Entah yang sudah ke berapa kalinya, umat Islam kembali menghadapi cobaan melalui penghinaan pada Rasulullah.
Dicerca, dihina, dilecehkan, direndahkan, bahkan tindak kekerasan fisik dan verbal sekali pun adalah makanan sehari-hari Rasulullah di awal dakwah beliau.
Sebenarnya ada faktor lain yang menyebabkan mereka melakukan penghinaan tersebut bukan sekadar benci atau dendam kesumat. Tapi lebih dari itu, mereka sangat tahu betapa mulianya Rasulullah. Karena sangat mengagumi Rasulullah, mereka tidak dapat mengekspresikan kekaguman tersebut. Maka dapat dimaklumi mereka berbuat demikian.
Rasulullah SAW pun demikian, selalu membalas kejahatan dengan pengungkapan ampunan pada Tuhan, karena kuffar Quraisy ‘belum tahu’ hakikat kebenaran. Rasulullah hanya berdoa, “Maafkan mereka ya Allah, karena ketidaktahuan mereka.”
Ketidaktahuan itu muncul salah satunya karena di dalam hati mereka ada ‘penyakit’. Penyakit itu timbul karena mereka yang ingkar dan dengki sehingga Allah mengunci hati mereka dan sulit menerima kebenaran. “Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit mereka dengan apa yang mereka dustakan,” (QS Al-Baqarah: 10).
Dari keingkaran tersebut, lahirlah sebuah godaan untuk mencerca, menghina dan melecehkan pemeluk agama lain, motifnya memang berbeda-beda. Ada yang karena tidak suka bumi Allah ini dipenuhi oleh pemeluk Islam yang kian hari makin banyak, ada pula yang ingin menghancurkan persatuan umat Islam yang satu dengan yang lainnya.
Apa pun motif terselubung dari fenomena ‘pelecehan’ ini, Rasulullah hanya menganjurkan untuk melawan perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab itu dengan pembuktian keimanan. Buktikan bahwa sedahsyat apa pun agama, Nabi, ajaran Allah ini dihina, kita tetap teguh dan bersatu. Karena memang, jalan anarkistis justru lebih merugikan umat Islam itu sendiri.
Dengan peristiwa ini, mungkin kita bisa memetik hikmah, antara lain, teguhkan dan kuatkan keimanan dan persatuan kita di antara sesama umat Muslim—sebab sampai kapan pun, non-Muslim tidak akan pernah ridha dengan agama Islam, hingga kita mengikuti kepercayaan mereka.
Hal ini telah Allah firmankan dalam Surah Al-Baqarah ayat 120, “Dan tidak akan pernah ridha kepadamu (Muhammad) orang-orang Yahudi maupun Nasrani, hingga engkau mengikuti agama mereka…”
Kedua, biarlah Allah bertindak sesuai dengan kehendaknya, sebab Allah Mahamenghakimi dan Menghukumi setiap insan yang berdosa, jika tidak di dunia—maka siksaan tersebut Allah tangguhkan di hari Kiamat kelak, saat dimana kuffar memohon, memelas, meminta, mengemis, agar siksaan nan pedih dihilangkan darinya.
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. Mereka berdoa, “Ya Allah, lenyapkanlah kami dari azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman. ‘Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal mereka telah datang kepada mereka Rasul yang memberi peringatan kemudian mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata, ‘Dia adalah penerima ajaran dari orang dan ia adalah orang gila. Sungguh, jika Kami lenyapkan siksaan itu sebentar saja, pasti mereka akan (kembali) ingkar’.” (QS Ad-Dukhan: 10-15)
Ketiga, rutinkan diri memberikan ‘hadiah’ untuk Rasulullah SAW dengan bershalawat kepadanya. “Sungguh, Allah dan para malaikat bershalawat untuk Nabi, wahai orang yang beriman, bershalawatlah pada (Nabi) dan mohonlah keselamatan dengan keselamatan sesungguhnya.” (QS Al-Ahzab: 56). Wallahu a’lam.
Dicerca, dihina, dilecehkan, direndahkan, bahkan tindak kekerasan fisik dan verbal sekali pun adalah makanan sehari-hari Rasulullah di awal dakwah beliau.
Sebenarnya ada faktor lain yang menyebabkan mereka melakukan penghinaan tersebut bukan sekadar benci atau dendam kesumat. Tapi lebih dari itu, mereka sangat tahu betapa mulianya Rasulullah. Karena sangat mengagumi Rasulullah, mereka tidak dapat mengekspresikan kekaguman tersebut. Maka dapat dimaklumi mereka berbuat demikian.
Rasulullah SAW pun demikian, selalu membalas kejahatan dengan pengungkapan ampunan pada Tuhan, karena kuffar Quraisy ‘belum tahu’ hakikat kebenaran. Rasulullah hanya berdoa, “Maafkan mereka ya Allah, karena ketidaktahuan mereka.”
Ketidaktahuan itu muncul salah satunya karena di dalam hati mereka ada ‘penyakit’. Penyakit itu timbul karena mereka yang ingkar dan dengki sehingga Allah mengunci hati mereka dan sulit menerima kebenaran. “Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit mereka dengan apa yang mereka dustakan,” (QS Al-Baqarah: 10).
Dari keingkaran tersebut, lahirlah sebuah godaan untuk mencerca, menghina dan melecehkan pemeluk agama lain, motifnya memang berbeda-beda. Ada yang karena tidak suka bumi Allah ini dipenuhi oleh pemeluk Islam yang kian hari makin banyak, ada pula yang ingin menghancurkan persatuan umat Islam yang satu dengan yang lainnya.
Apa pun motif terselubung dari fenomena ‘pelecehan’ ini, Rasulullah hanya menganjurkan untuk melawan perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab itu dengan pembuktian keimanan. Buktikan bahwa sedahsyat apa pun agama, Nabi, ajaran Allah ini dihina, kita tetap teguh dan bersatu. Karena memang, jalan anarkistis justru lebih merugikan umat Islam itu sendiri.
Dengan peristiwa ini, mungkin kita bisa memetik hikmah, antara lain, teguhkan dan kuatkan keimanan dan persatuan kita di antara sesama umat Muslim—sebab sampai kapan pun, non-Muslim tidak akan pernah ridha dengan agama Islam, hingga kita mengikuti kepercayaan mereka.
Hal ini telah Allah firmankan dalam Surah Al-Baqarah ayat 120, “Dan tidak akan pernah ridha kepadamu (Muhammad) orang-orang Yahudi maupun Nasrani, hingga engkau mengikuti agama mereka…”
Kedua, biarlah Allah bertindak sesuai dengan kehendaknya, sebab Allah Mahamenghakimi dan Menghukumi setiap insan yang berdosa, jika tidak di dunia—maka siksaan tersebut Allah tangguhkan di hari Kiamat kelak, saat dimana kuffar memohon, memelas, meminta, mengemis, agar siksaan nan pedih dihilangkan darinya.
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. Mereka berdoa, “Ya Allah, lenyapkanlah kami dari azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman. ‘Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal mereka telah datang kepada mereka Rasul yang memberi peringatan kemudian mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata, ‘Dia adalah penerima ajaran dari orang dan ia adalah orang gila. Sungguh, jika Kami lenyapkan siksaan itu sebentar saja, pasti mereka akan (kembali) ingkar’.” (QS Ad-Dukhan: 10-15)
Ketiga, rutinkan diri memberikan ‘hadiah’ untuk Rasulullah SAW dengan bershalawat kepadanya. “Sungguh, Allah dan para malaikat bershalawat untuk Nabi, wahai orang yang beriman, bershalawatlah pada (Nabi) dan mohonlah keselamatan dengan keselamatan sesungguhnya.” (QS Al-Ahzab: 56). Wallahu a’lam.
(Ina Salma Febriani)