Di antara ajaran mulia yang sangat ditekankan dalam Islam adalah disiplin. Disiplin merupakan salah satu pintu meraih kesuksesan. Kepakaran dalam bidang ilmu pengetahuan tidak akan memiliki makna signifikan tanpa disertai sikap disiplin.
Sering kita jumpai orang berilmu tinggi tetapi tidak mampu berbuat banyak dengan ilmunya, karena kurang disiplin. Sebaliknya, banyak orang yang tingkat ilmunya biasa-biasa saja tetapi justru mencapai kesuksesan luar biasa, karena sangat disiplin dalam hidupnya.
Tidak ada lembaga pendidikan yang tidak mengajarkan disiplin kepada anak didiknya. Demikian pula organisasi atau institusi apapun, lebih-lebih militer, pasti sangat menekankan disiplin kepada setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Semua pasti sepakat, rencana sehebat apapun akan gagal di tengah jalan ketika tidak ditunjang dengan disiplin.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan. Ketaatan berarti kesediaan hati secara tulus untuk menepati setiap peraturan yang sudah dibuat dan disepakatibersama. Orang hidup memang bukan untuk peraturan, tetapi setiap orang pasti membutuhkan peraturan untuk memudahkan urusan hidupnya.
Analoginya sederhana. Kita bisa perhatikan pentingnya peraturan itu dalam lampu lalu lintas. Ketaatan setiap pengendara terhadap isyarat lampu lintas jelas membuat kondisi jalan menjadi tertib dan aman. Bayangkan ketika masing-masing pengendara mengabaikan peraturan berupa isyarat lampu lalu lintas itu. Pasti kondisi jalan akan kacau, macet, dan bahkan memicu terjadinya kecelakaan.
Contoh di atas tentu bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luas. Tegasnya, disiplin sangat ditekankan dalam urusan dunia, dan lebih-lebih urusan akhirat. Tidak heran jika Allah memerintahkan kaum beriman untuk membiasakan disiplin. Perintah itu, antara lain, tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-Jumuah ayat 9-10.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah untukmengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung.” (QS Al-Jumuah: 9-10).
Menurut ayat di atas, keberuntungan akan kita raih dengan disiplin memenuhi panggilan ibadah ketika datang waktunya dan kembali bekerja ketika sudah menunaikan ibadah. Bukan hanya urusan dagang yang harus ditinggalkan ketika sudah tiba waktu shalat. Sebab, menurut para mufasir, ungkapan “Tinggalkanlah jual beli” dalam ayat itu berlaku untuk segala kesibukan selain Allah. Dengan kata lain, ketika azan berkumandang, maka kaum beriman diserukan untuk bergegas memenuhi panggilan Allah itu.
Meskipun demikian, bukan berarti kaum beriman harus terus menerus larut dalam urusan ibadah saja. Ayat di atas juga memerintahkan supaya kaum beriman segera kembali bekerja setelah menunaikan ibadah. Dengan demikian, disiplin harus dilakukan secara seimbang antara urusan akhirat dan urusan dunia. Tidak dibenarkan mementingkan yang satu sambil mengabaikan yang lain.
Disiplin yang dilakukan secara seimbang antara urusan ibadah dan kerja, akhirat dan dunia, itulah yang akan mengantarkan kaum beriman kepada kesuksesan. Perintah untuk menyeimbangkan antara urusan akhirat dan dunia juga dapat ditemukan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 77.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan jatahmu dari kenikmatan dunia, dan berbuat baiklah kamu kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash: 77).
Kita juga bisa cermati ajaran disiplin dalam perintah shalat jamaah. Kewajiban shalat wajib lima waktu selama sehari semalam sangat dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Menurut keterangan Rasulullah SAW, nilai pahala shalat wajib secara berjamaah adalah dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian. Dari sini, dapat dipahami jika sebagian ulama kemudian menghukumi shalat jamaah sebagai sunnah muakkadah, sementara sebagian ulama lain menghukuminya wajib.
Shalat jamaah jelas membutuhkan disiplin. Karena, umumnya shalat jamaah dikerjakan bersama-sama di masjid atau langgar tidak lama setelah azan berkumandang yang diikuti dengan iqamah. Dengan demikian, jika ingin mengikuti shalat jamaah, maka kita harus segera meninggalkan kesibukan setelah mendengar azan. Shalat jamaah di masjid atau langgar itu dikerjakan tepat waktu. Kalau kita masih saja ruwet dengan segala tetek bengek dunia, sementara azan sudah berkumandang, dipastikan kita akan ketinggalan, atau malah tidak mendapati shalat jamaah sama sekali.
Belum lagi tradisi i’tikaf atau berdiam diri ketika menunggu shalat jamaah dimulai. Ditambah tradisi berzikir setelah shalat jamaah selesai. Tanpa disiplin waktu yang bagus, mustahil kita dapat melakukan semua itu. Membiasakan disiplin dalam segala urusan secara seimbang itulah yang akan menjadikan hidup kita indah, tertata, dan diliputi berkah.
(M Husnaini)