Insya Allah Ada Jalan!

Ketika kau tak sanggup melangkah
Hilang arah dalam kesendirian
Tiada mentari bagai malam yang kelam
Tiada tempat untuk berlabuh
Bertahan terus berharap Allah selalu di simu”.
"Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah ada jalan
”.
(syair lagu Maher Zain)

Rasa yakin akan dekatnya pertolongan Allah tidaklah mudah. Sering masalah yang ada ditanggapi dengan jiwa yang frustrasi. Tak ada harapan. Seolah-olah dirinya adalah orang yang paling malang dalam kehidupan. Bagai syair lagu Hamdan ATT “Aku merasa orang termiskin di dunia//Yang penuh derita bermandikan air mata”. 

Ketika sakit , dia merasakan seolah olah tak ada orang lain yang lebih menderita selain dirinya. Ketika usaha jatuh dan dililit hutang, ia pun mengeluh betapa pedih kehidupan ini. Ketika berurusan dengan masalah hukum, Allah didakwa telah menganiaya dirinya.  Mengapa yang lain yang melakukan hal yang sama ternyata dapat selamat dari jerat hukum, lalu berteriak “Di mana keadilan?”

Bagi orang yang beriman tentu segala kesulitan ada hikmah dan maknanya. Sakit dapat menjadi penghapus dosa dan penambah pahala. Usaha bangkrut dapat menjadi penguat mental untuk bangkit untuk keberuntungan yang lebih besar. Begitu juga hukuman adalah pintu taubat agar kelak menjadi hamba yang lebih waspada dan banyak beramal.

Kita ingat ucapan dan doa Nabi Ayub saat ditimpa sakit berat yang menyedihkan, harta habis dan dihinakan, ditinggal sendirian oleh teman, kerabat, serta sanak keluarga. Istrinya pun hengkang. Beliau berkata, “Sungguh aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang” (QS AL Anbiyaa 83).

“Wa anta arhamur roohimiin” Engkau yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang !. Ini adalah kalimat yang menghidupkan cahaya lampu di kegelapan malam. Menjadi pengangkat harkat dari jurang yang dalam. Menjadi  penuntun langkah kaki yang terseok-seok dan jatuh bangun. Allah lah pemberi jalan, bukan yang lain. “Adakah yang lain yang mengabulkan permohonan orang yang ditimpa kesulitan ketika berdoa, meghilangkan keburukan, dan menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi? Adakah Tuhan selain Allah? Sedikit sekali yang ingat” (QS An Naml 62).

Sesulit apapun yang dirasakan, prasangka kepada Allah harus tetap positif, karena Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Diawali dengan prasangka baik terhadap apa yang menimpa kita, dilanjutkan dengan kesungguhan berikhtiar di jalan-Nya, insya Allah ada jalan.

“Barangsiapa bersungguh-sungguh (berikhtiar)  dijalan Kami, maka Kami akan tunjukan jalan-jalan-Nya dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik” (QS Al Ankabuut 69).

Dari Al Fudhail bin Iyadl, syaikhul Haram Al Makki,  ia berkata ada keluarga yang terhimpit kesulitan hidup menjual alat tenun barang berharga terakhir milik mereka. Suaminya sepulang menjual barang seharga satu dirham tersebut bertemu dengan dua orang yang sedang bertengkar hebat.

Ketika ia bertanya “Ada apa?” Orang menyampaikan bahwa keduanya sedang memperebutkan uang satu dirham! Maka ia berikan uang hasil penjualan alat tenunnya. Kini ia tak memiliki apa-apa lagi. 

Sesampai di rumah dikabarkan kepada istrinya peristiwa yang terjadi. Meski kecewa tapi istrinya memahami dan bersabar. Dikumpulkan perkakas rumah tangga sederhana yang masih tersisa, lalu dibawa suaminya untuk dijual  kembali, ternyata kemana-mana tidak laku.

Kemudian ia berpapasan dengan laki-laki yang membawa ikan yang menebar bau busuk. Orang itu berkata kepadanya, “Engkau membawa sesuatu yang tak laku demikian juga dengan aku, maukah kita bertukar barang dagangan?” Lalu iya mengiyakan.

Sesampai d irumah, diminta istrinya untuk bertawakal kepada Allah dan segera memasak. “Istriku, segera masaklah ikan busuk ini, kita hampir tak berdaya karena lapar!”

Namun apa yang terjadi ketika istrinya membelah ikan tersebut, dari perutnya keluar  benda yang ternyata itu adalah mutiara. Dibawanya ke tempat kawannya seorang pedagang perhiasan, ternyata kawannya  tersebut berani membeli mutiara itu dengan harga empat puluh ribu dirham!.
 
Turn to Allah He’s never far away
Put your trust in Him, raise your hands and pray
Insya Allah we’ll find our way.....
We’ll find our way.
Insya Allah, insya Allah ada Jalan!  

(HM Rizal Fadillah)

Disiplin dalam Islam

Di antara ajaran mulia yang sangat ditekankan dalam Islam adalah disiplin. Disiplin merupakan salah satu pintu meraih kesuksesan. Kepakaran dalam bidang ilmu pengetahuan tidak akan memiliki makna signifikan tanpa disertai sikap disiplin.

Sering kita jumpai orang berilmu tinggi tetapi tidak mampu berbuat banyak dengan ilmunya, karena kurang disiplin. Sebaliknya, banyak orang yang tingkat ilmunya biasa-biasa saja tetapi justru mencapai kesuksesan luar biasa, karena sangat disiplin dalam hidupnya.

Tidak ada lembaga pendidikan yang tidak mengajarkan disiplin kepada anak didiknya. Demikian pula organisasi atau institusi apapun, lebih-lebih militer, pasti sangat menekankan disiplin kepada setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Semua pasti sepakat, rencana sehebat apapun akan gagal di tengah jalan ketika tidak ditunjang dengan disiplin. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan. Ketaatan berarti kesediaan hati secara tulus untuk menepati setiap peraturan yang sudah dibuat dan disepakatibersama. Orang hidup memang bukan untuk peraturan, tetapi setiap orang pasti membutuhkan peraturan untuk memudahkan urusan hidupnya. 

Analoginya sederhana. Kita bisa perhatikan pentingnya peraturan itu dalam lampu lalu lintas. Ketaatan setiap pengendara terhadap isyarat lampu lintas jelas membuat kondisi jalan menjadi tertib dan aman. Bayangkan ketika masing-masing pengendara mengabaikan peraturan berupa isyarat lampu lalu lintas itu. Pasti kondisi jalan akan kacau, macet, dan bahkan memicu terjadinya kecelakaan.

Contoh di atas tentu bisa ditarik ke dalam ranah kehidupan yang lebih luasTegasnya, disiplin sangat ditekankan dalam urusan dunia, dan lebih-lebih urusan akhirat. Tidak heran jika Allah memerintahkan kaum beriman untuk membiasakan disiplin. Perintah itu, antara lain, tersirat dalam Al-Quran surat Al-Jumuah ayat 9-10.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah untukmengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumidan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung.” (QS Al-Jumuah: 9-10).

Menurut ayat di atas, keberuntungan akan kita raih dengan disiplin memenuhi panggilan ibadah ketika datang waktunya dan kembali bekerja ketika sudah menunaikan ibadah. Bukan hanya urusan dagang yang harus ditinggalkan ketika sudah tiba waktu shalat. Sebab, menurut para mufasir, ungkapan “Tinggalkanlah jual beli” dalam ayat itu berlaku untuk segala kesibukan selain Allah. Dengan kata lain, ketika azan berkumandang, maka kaum beriman diserukan untuk bergegas memenuhi panggilan Allah itu.

Meskipun demikian, bukan berarti kaum beriman harus terus menerus larut dalam urusan ibadah saja. Ayat di atas juga memerintahkan supaya kaum beriman segera kembali bekerja setelah menunaikan ibadah. Dengan demikian, disiplin harus dilakukan secara seimbang antara urusan akhirat dan urusan dunia. Tidak dibenarkan mementingkan yang satu sambil mengabaikan yang lain. 

Disiplin yang dilakukan secara seimbang antara urusan ibadah dan kerja, akhirat dan dunia, itulah yang akan mengantarkan kaum beriman kepada kesuksesan. Perintah untuk menyeimbangkan antara urusan akhirat dan dunia juga dapat ditemukan dalam Al-Quran surat Al-Qashash ayat 77.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan jatahmu dari kenikmatan dunia, dan berbuat baiklah kamu kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash: 77).

Kita juga bisa cermati ajaran disiplin dalam perintah shalat jamaah. Kewajiban shalat wajib lima waktu selama sehari semalam sangat dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Menurut keterangan Rasulullah SAW, nilai pahala shalat wajib secara berjamaah adalah dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian. Dari sini, dapat dipahami jika sebagian ulama kemudian menghukumi shalat jamaah sebagai sunnah muakkadah, sementara sebagian ulama lain menghukuminya wajib. 

Shalat jamaah jelas membutuhkan disiplin. Karena, umumnya shalat jamaah dikerjakan bersama-sama di masjid atau langgar tidak lama setelah azan berkumandang yang diikuti dengan iqamah. Dengan demikian, jika ingin mengikuti shalat jamaah, maka kita harus segera meninggalkan kesibukan setelah mendengar azan. Shalat jamaah di masjid atau langgar itu dikerjakan tepat waktuKalau kita masih saja ruwet dengan segala tetek bengek dunia, sementara azan sudah berkumandang, dipastikan kita akan ketinggalan, atau malah tidak mendapati shalat jamaah sama sekali.

Belum lagi tradisi itikaf atau berdiam diri ketika menunggu shalat jamaah dimulai. Ditambah tradisi berzikir setelah shalat jamaah selesai. Tanpa disiplin waktu yang bagus, mustahil kita dapat melakukan semua ituMembiasakan disiplin dalam segala urusan secara seimbang itulah yang akan menjadikan hidup kita indah, tertata, dan diliputi berkah.
(M Husnaini)

Perhiasan Terbaik di Dunia adalah Istri Solihah

Dalam riwayat Imam Muslim diceritakan, “Suatu hari anak Abu Thalhah dari (ibu) Ummu Sulaim meninggal dunia. Lalu, Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, ‘Jangan kalian bercerita kepada Abu Thalhah perihal anaknya itu. Biar aku sendiri yang akan menceritakan kepadanya.”

Begitu Abu Thalhah datang dari suatu bepergian, Ummu Sulaim menghidangkan santap makan malam kepadanya. Setelah Abu Thalhah makan dan minum dengan puas, Ummu Sulaim pergi ke kamar untuk bersolek secantik mungkin. Abu Thalhah pun mempergaulinya sebagaimana pasangan suami-istri.

Setelah melihat suaminya merasa kenyang dan terpuaskan, Ummu Sulaim berkata penuh kelembutan, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana menurutmu jika ada satu kaum meminjamkan barangnya kepada suatu keluarga, misalnya, kemudian mereka meminta kembali barang yang dipinjamkan tersebut, apakah keluarga tersebut dibenarkan menolaknya?”

Abu Thalhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim berkata, “Kalau begitu tabahkanlah hatimu dengan kematian anakmu.” Mendengar hal itu, karuan saja Abu Thalhah menjadi marah, seraya berkata, “Kamu biarkan aku menikmati pelayananmu sehingga aku terpuaskan dengan layananmu. Setelah itu, baru kamu memberitahukan aku tentang anakku.”

Keesokkan harinya, Abu Thalhah pun pergi menemui Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang telah terjadi. Mendengar apa yang diceritakan Abu Thalhah, Rasulullah pun bersabda kepadanya, “Semoga Allah memberi berkah kepadamu berdua di malam yang telah kalian lewati itu.” Kemudian, Ummu Sulaim pun hamil.

Demikianlah, gambaran akan kesalihan dan kecerdasan Ummu Sulaim sebagai istri dari Abu Thalhah. Kesalihan dan kecerdasannya terlihat dari beberapa hal.

Pertama, bagaimana kesabarannya dalam menghadapi kematian anaknya. Kedua, bagaimana Ummu Sulaim lebih mementingkan keridhaan suaminya ketimbang kesedihannya.

Ketiga, bagaimana kelembutannya dalam menyampaikan berita kematian anaknya kepada suaminya. Dan, keempat, bagaimana ia berusaha tampil memesona di depan suaminya untuk melanggengkan jalinan keluarga dan kasih sayang di antara keduanya.

Dengan demikian, istri yang salihah lagi cerdas adalah istri yang selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya,  taat kepada suaminya selama tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT, menyenangkan suaminya ketika ia dipandang olehnya, menjaga diri dan harta suaminya bila suaminya pergi, dan berpikir, bertutur, serta bersikap cerdas.

Sebagai seorang Muslimah dan istri, kisah di atas harus menjadi renungan dan keteladanan agar menjadi istri yang salihah lagi cerdas. Sebab, kisah di atas mengandung teladan yang realistis bagi kaum Muslimah dan istri yang salihah tentang kecerdasan yang tinggi dan akalnya yang cemerlang.

Ketika seorang Muslimah mampu menjadi istri salihah lagi cerdas ,akan menjadikan dirinya mendapatkan keridhaan Allah SWT, Rasul-Nya, dan keridhaan dari suaminya. Semua itu akan mengantarkannya meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta kelak dimasukkan ke surga.

Untuk itu, teladanilah kisah di atas dan pelajarilah terus bagaimana menjadi istri yang salihah lagi cerdas. Berusahalah untuk mempraktikkannya serta bermohonlah kepada Allah SWT agar diberi kemampuan untuk menjadi istri yang salihah serta memiliki kecerdasan.
(Moch Hisyam)